Lalu,
pemimpin seperti apakah Rasulullah saw. sehingga pengaruhnya bisa
menembus relung hati kita? Siang malam kita merindukan berjumpa dengan
Beliau sehingga rela berdesak-desakan di raudhah (sebuah ruang
dekat mimbar Masjid Nabawi di Madinah) sekalipun. Jawaban dari semua itu
ternyata, pertama, sebelum memimpin orang lain, Rasulullah saw. selalu
mengawali dengan memimpin dirinya sendiri. Beliau pimpin matanya
sehingga tidak melihat apa pun yang akan membusukkan hatinya. Rasulullah
memimpin tutur katanya sehingga tidak pernah berbicara kecuali
kata-kata benar, indah, dan padat akan makna. Rasulullah pun memimpin
nafsunya, keinginannya, dan memimpin keluarganya dengan cara terbaik
sehingga Beliau mampu memimpin umat dengan cara dan hasil yang terbaik
pula.
Sayang,
kita sangat banyak menginginkan kedudukan, jabatan, dan kepemimpinan.
Padahal, untuk memimpin diri sendiri saja kita sudah tidak sanggup.
Itulah yang menyebabkan seorang pemimpin tersungkur menjadi hina. Tidak
pernah ada seorang pemimpin jatuh karena orang lain. Seseorang hanya
jatuh karena dirinya sendiri. Kedua, Rasulullah saw. memperlihatkan
kepemimpinannya tidak dengan banyak menyuruh atau melarang. Beliau
memimpin dengan suri teladan yang baik. Pantaslah kalau keteladannya
diabadikan dalam Alquran, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah" (Q.S. Alahzab: 21).
Dalam
kehidupannya, Rasulullah saw. senantiasa melakukan terlebih dahulu apa
yang ia perintahkan kepada orang lain. Keteladanan ini sangat penting
karena sehebat apa pun yang kita katakan tidak akan berharga kecuali
kalau perbuatan kita seimbang dengan kata-kata. Rasulullah tidak
menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Rasulullah tidak
melarang sebelum melarang dirinya. Kata dan perbuatannya amat serasi
sehingga setiap kata-kata diyakini kebenarannya. Efeknya, dakwah Beliau
punya kekuatan ruhiah yang sangat dahsyat. Dalam Alquran Allah Azza wa Jalla berfirman, "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan" (QS Ashshaf: 3).
Ketiga,
kepemimpinan Rasulullah tidak hanya menggunakan akal dan fisik, tetapi
Beliau memimpin dengan kalbunya. Hati tidak akan pernah bisa disentuh
kecuali dengan hati lagi. Dengan demikian, yang paling dibutuhkan oleh
manusia adalah hati nurani, karena itulah yang tidak dimiliki oleh
makhluk lain. Rasulullah menabur cinta kepada sahabatnya sehingga setiap
orang bisa merasakan tatapannya dengan penuh kasih sayang, tutur
katanya yang rahmatan lil alaamiin, dan perilakunya yang amat
menawan. Seorang pemimpin yang hatinya hidup akan selalu merindukan
kebaikan, keselamatan, kebahagiaan bagi yang dipimpinnya.
Sabda
Rasulullah saw. "Sebaik-baik pemimpin kalian ialah yang kalian
mencintainya dan dia mencintai kalian. Dia mendoakan kebaikan kalian dan
kalian mendoakannya kebaikan. Sejelek-jelek pemimpin kalian ialah yang
kalian membencinya dan ia membenci kalian. Kalian mengutuknya dan ia
mengutuk kalian." Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa
berkhidmat dengan tulus dan menafkahkan jiwa raganya untuk kemaslahatan
umat. Ia berkorban dengan mudah dan ringan karena merasa itulah
kehormatan menjadi pemimpin, bukan mengorbankan orang lain.
Alangkah
indah jika yang kita pikirkan adalah bagaimana berusaha menjadi jalan
bagi kebaikan orang lain dan berkhidmat pada orang lain, sehingga tiap
hari kita berusaha meraup ilmu agar dapat menjadi jalan hidayah.
Pemimpin budiman tidak berpikir apa yang akan dia dapatkan dari umat,
tetapi apa yang bisa dia berikan kepada umat. Bayangkan andaikata kita
bisa menjadi seorang pemimpin yang menjadi suri teladan yang baik di
rumah, di kantor, ataupun di lingkungan sekitar.
Terbayang
jikalau meninggal, anak-anak dan saudara-saudara kita menabur doa
setiap waktu karena terkenang akan keindahan pribadi kita. Bila kita
seorang pemimpin di keluarga, tidak cukup hanya bisa memberi harta dan
materi pada anak istri kita, karena penjahat pun bisa memberi harta.
Yang mereka butuhkan adalah perhatian yang tulus, ucapan yang terjaga,
perilaku yang budiman, dan keteladanan yang baik. Mungkin terlalu besar
kalau kita berpikir bagaimana mengubah bangsa. Untuk itu, marilah kita
berpikir bagaimana kita bisa memimpin diri kita sendiri. Minimal, jangan
biarkan diri kita menjadi hina karena mata yang tidak terjaga atau
karena tutur kata yang penuh kesombongan.
Marilah
kita tundukkan hati dan maknai hidup dengan berkhidmat kepada orang
lain, karena sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya.
Inilah "cermin" yang bisa kita raup dari kepemimpinan Rasulullah
Muhammad saw. pribadi agung, yang teladan-teladannya terus hidup dalam
dada kita, kaum Muslimin hingga akhir zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kirim komentar anda!